Rabu, 20 Agustus 2008

Kerja sama Bilateral Indonesia-Afrika Selatan dalam Sektor Perdagangan dan Ekonomi

Hubungan Indonesia-Afsel sebetulnya telah berlangsung lama saat Indonesia ikut mendukung perjuangan Kongres Nasional Afrika (Africa National Congress[1]-ANC), partai pimpinan Nelson Mandela, untuk menentang apartheid (diskriminasi warga kulit hitam di Afsel).[2] Namun, hubungan keduanya baru resmi saat ditandatanganinya Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik oleh wakil tetap RI dan Afsel di New York pada 12 Agustus 1994.[3]
Sejak zaman Presiden Soeharto sampai Megawati Soekarnoputri, kunjungan ke Afsel sudah pernah dilakukan. Begitu pun sebaliknya, Mandela setidaknya dua kali dating ke Indonesia, yaitu pada tahun 1997 saat masih menjabat sebagai Presiden Afsel dan tahun 2002 setelah pensiun dari jabatan presiden.[4]
Setelah itu kedua negara berturut-berturut melakukan perjanjian bilateral. Pertama, persetujuan perdagangan (trade agreement) yang ditandatangani oleh masing-masing Menlu pada 30 November 1997 di Cape Town, Afrika Selatan. Kedua, MoU Indonesia dengan Provinsi Kwazalu Natal, Afrika Selatan yang ditandatangani pada Juli 2003 di Afrika Selatan. Ketiga, Komunike Bersama mengenai pendirian Komisi Dagang Bersama (Joint Statement on Establisment of the Joint Trade Commission) antara RI-Afrika Selatan yang ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 19 April 2005 dalam acara plenary meeting (rapat pleno) antara delegasi RI dan delegasi Afrika Selatan pada KTT Asia-Afrika di Jakarta. Mengingat hubungan yang baik tersebut, maka negara kita merasa perlu meningkatkan hubungan yang lebih erat dan konkret lagi dengan kemungkinan membentuk FTA (Free Trade Area) di antara kedua negara.[5]
Pembentukan FTA Indonesia-Afrika Selatan itu di samping untuk peningkatan akses pasar ekspor negara kita ke negara-negara kawasan Afrika Selatan sebagai pintu masuk utamanya, sekaligus mengamankan pangsa pasar barang dan jasa, juga dimaksudkan untuk dapat menghapus hambatan perdagangan dan mempermudah arus barang dan jasa antar kedua negara. Adapun alasan dari pembentukan FTA tersebut di antaranya adalah hapusnya hambatan-hambatan (barriers) di bidang perdagangan dan investasi di antara kedua negara akan lebih cepat. Selain itu, melalui pendekatan pembentukan FTA, akan terlihat pentingnya integrasi ekonomi yang lebih luas dan dalam, melalui kerjasama bilateral. Di samping juga dimaksudkan untuk mengetahui economic wide impact secara umum.[6]
Afrika Selatan adalah sebuah negara maju dengan penduduk yang berpendapatan sederhana. Negara ini kaya dengan bahan tambang terutamanya bahan tambang bernilai tinggi seperti emas, platinum dan berlian. Ia juga mempunyai sistem keuangan, perundangan, telekomunikasi, energi, infrastruktur yang maju dan modern. Bursa sahamnya di Johannesburg begitu aktif hingga pernah berada di urutan ke-10 terbesar di dunia.[7]
Afrika Selatan merupakan sebuah negara yang kaya dengan bahan tambang bernilai seperti emas, platinum dan berlian. Bahan tambang semulajadinya termasuklah emas, kromium, antimoni, arang, biji besi, manganese, nikel, fosfat, biji timah, uranium, berlian, platinum, kuprum, vanadium, garam, gas asli. Sektor industri Afrika Selatan yang sangat maju, dan merupakan ekonomi ke-25 terbesar di dunia. Dengan hanya 7% penduduk dan 4% jumlah kawasan keseluruhan Afrika, Afrika Selatan mengeluarkan lebih sepertiga produk dan jasa di Afrika, dan hampir 40 % pengeluaran industri di Afrika. Bahan komoditas yang diekspor: alat-alat mesin, makanan dan peralatan, bahan kimia, produk petroliam dan peralatan ilmiah.[8]
Berkat perkembangan ekonomi yang positif dan didukung dengan infrastruktur modern serta pengusaan teknologi, pasar Afrika Selatan mempunyai potensi yang cukup besar untuk menyerap peningkatan produk-produk ekspor Indonesia. Ekspansi pasar ke negeri Nelson Mandela ini sangat strategis, mengingat potensi yang dimilikinya cukup besar. Indonesia sangat mungkin meningkatkan nilai ekspornya selain juga menjajaki pembentukan FTA.
Sejak hadirnya pemerintahan demokratis pada tahun 1994, telah muncul kelas ekonomi menengah baru yang inovatif dan konsumtif. Mereka umumnya berusaha di bidang jasa keuangan, konstruksi, properti, perhotelan, telekomunikasi dan bekerja pada perusahaan-perusahaan asing yang mempunyai perwakilan di Afsel. Mereka umumnya tinggal di daerah perkotaan dan memiliki selera dan daya beli yang relatif tinggi. Produk-produk buatan Indonesia sudah mulai dikenal oleh masyarakat namun perlu upaya-upaya yang lebih giat untuk memasarkannya. Beberapa produk Indonesia sudah mulai dikenal karena mutunya yang baik.[9]
Dalam rangka kejuaraan sepak bola dunia 2010, Afrika Selatan tengah giat melakukan berbagai pembangunan infrastruktur, antara lain pembangunan infrastruktur jalanan, stadion sepak bola, perbaikan pelabuhan udara dan laut, penambahan pembangkit energi listrik dan kereta api cepat Gautrain yang menghubungi Johannesburg dengan kota-kota sekelilingnya. Peningkatan pembangunan tersebut diikuti dengan pembangunan dan konstruksi perhotelan, perkantoran dan perumahan oleh pihak swasta. Dikaitkan dengan kejuaraan dunia sepak bola 2010, kebutuhan bahan bangunan dan tenaga kerja terampil serta profesional dirasakan semakin mendesak. Di samping itu, kejuaraan 2010 membuka peluang untuk produk-produk suvenir, alat olahraga, dekorasi dan furnitur hotel-hotel baru.[10]
Produk ekspor Indonesia ke Afrika Selatan yaitu: palm oil, kendaraan bermotor, produk yang terbuat dari plastik, alat mesin elektronik, pulp of wood, produk tekstil, roduk terbuat dari batu, semen dan keramik,suku cadang kategori khusus untuk kendaraan bermotor,aneka produk manufaktur, dan produk kimia.[11]
Nilai perdagangan Indonesia-Afrika Selatan tahun 2006 adalah 4.492 miliar Rand (641 juta USD) atau kenaikan sebesar 16.5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun tersebut, ekspor Indonesia sebesar 3.005 miliar Rand (429 juta USD) atau naik 32.5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.[12]
Afsel merupakan salah satu negara di kawasan Afrika bagian selatan yang dikenal memiliki peran penting dalam bidang politik dan ekonomi. Dalam berbagai forum internasional negara ini memberikan pengaruh besar terhadap penentuan strategi kebijakan politik dan ekonomi di kawasan selatan Afrika. Afrika selatan adalah negara ketiga dari 14 negara anggota The Southern Africa Development Community (SADC) yang mempunyai pendapatan perkapita tertinggi di atas 5000 dolar AS setelah Mauritius dan Botswana. Itu sebabnya ia memegang peranan penting dalam perdagangan dunia, termasuk antar kawasan regional dan sub-regional. Bisa dikatakan, Afsel merupakan pintu masuk bagi lalu lintas orang, barang modal dan jasa dari dan ke berbagai kawasan Afrika bagian selatan, sehingga mendorong negara ini memasuki pasar bebas dalam perdagangannya.Yang pasti, kawasan Afrika bagian selatan yang tergabung dalam SADC merupakan kawasan yang potensial bagi produk ekspor Indonesia, karena selain berpenduduk hampir 165 juta jiwa, pasar besar ini belum digarap dengan baik.[13]
Afsel juga tergabung dalam Southern Afrika Customs Union (SACU) yang mendapat perlakuan bebas pajak antara anggotanya, serta COMESA (The Common market for Eastern and Southern Africa). Dengan memasuki pasar Afsel, Indonesia dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang diperoleh Afrika Selatan untuk menerobos pasar negara-negara SACU dan COMESA. Tidak hanya itu, Afrika Selatan yang memiliki fasilitas infrastruktur modern dapat dimanfaatkan Indonesia untuk mendukung distribusi barang ke sentra ekonomi utama di seluruh Afrika Selatan maupun negara-negara tetangganya.[14]
Hal ini sudah terbukti dengan masuknya beberapa produk sabun dari Sinar Ancol dan beberapa produk sabun lain, mislanya sudah merambah ke beberapa negara di Afrika. Bahkan beberapa produk Indonesia mampu meraih pangsa pasar hingga 40 persen, seperti Indofood dengan produk mie instannya, Kedaung Group dengan produk alat-alat dapurnya, dan Sinar Mas dengan produk kertas dan produk plastiknya.[15]
Selain itu, ada peluang khusus lainnyabagi produk-produk Indonesia, yaitu terdapat sekitar 1,5 juta warga negara Afrika Selatan adalah keturunan Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Cape Malay. Mereka umumnya tertarik untuk menggunakan produk buatan Indonesia. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan melalui Cape Malay untuk show-case produk-produk Indonesia.[16]

▪ Kesimpulan
Dengan terjalinnya kerja sama Indonesia-Afsel sangat menguntungkan pihak Indonesia , terlepas dari konteks apakah memang merugikan Afsel. Pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dan GDP yang di atas rata-rata negara tetangganya membuat Indonesia semakin yakin untuk memasuki pasar yang tidak hanya di Afsel saja, bahkan bisa merambah masuk ke dalam pasar-pasar di negara afrika lainnya terbukti dengan diminatinya produk-produk Indonesia yang mampu meraih pangsa pasar di Afrika mencapai 40 persen.
Indonesia dengan gencarnya terus melakukan diplomasi perdagangan dan ekonomi untuk melebarkan sayap pasarnya yang tidak hanya di kawasan ASEAN saja, tetapi juga ke benua lainnya. Indonesia tidak mau ketinggalan dengan negara-negara tetangganya yang juga telah memasuki pasar-pasar di negara Afrika, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, ataupun Cina yang berasal dari Asia Selatan.
Upaya pemerintah yang berada pada level negara maupun para pengusaha-pengusaha yang berada pada level bisnis, serta WNI yang berada di Afsel pada level konsumen, ketiganya memiliki peranan yang sangat penting untuk mempromosikan produk-produk Indonesia di Afsel. Oleh karena itu, perlu dijalinnya koordinasi antara ketiganya dan juga terus melakukan lobi kepada pemerintah Afsel untuk terus melakukan kerja sama di sector perdagangan dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Koran
DIPLOMASI, No.6 Tahun I, Jakarta: 15 Juni-14 Juli 2008.

Website
http://www.kadin-indonesia.or.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan
http://www.indag-diy.go.id
http://www.indonesia-pretoria.org.za
[1] Neiny Ratmaningsih, Memahami Sejarah, Jakarta: GANECA, , 2003, hlm. 99.
[2] Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan pada 28/06/08, 13.11 WIB.
[3] Diakses dari http://www.indag-diy.go.id pada 07/06/08, 15.45 WIB.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan , op.cit.
[5] http://www.indag-diy.go.id , op.cit.
[6] Ibid.
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Selatan , op.cit.
[8] Ibid.

[9] Diakses dari http://www.indonesia-pretoria.org.za pada 06/06/08, 15.21 WIB.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] http://www.indag-diy.go.id , op.cit.
[14] Ibid.
[15] DIPLOMASI, No.6 Tahun I, Jakarta: 15 Juni-14 Juli 2008, hlm. 14.
[16] http://www.indonesia-pretoria.org.za , op.cit.

Tidak ada komentar: