Senin, 25 Agustus 2008

Mahasiswa Di'SUAP’???
OGAH LA YAU..


Tentunya masih segar di ingatan kita, beberapa aksi demo yang dilakukan mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh nusantara yang menolak "kenaikan harga BBM" beberapa waktu lalu di mana 'fenomena demo' tersebut masih berlangsung hingga tulisan ini dibuat. Namun, ada yang tersisa dari aksi demo tersebut yakni diberitakan berbagai media massa adanya "pelanggaran HAM" dalam aksi demo yang dilakukan mahasiswa UNAS (Universitas Nasional) oleh Polri (dalam hal ini saya mengutip beberapa sumber dari berbagai media massa). Lebih jauh mengenai kasus "pelanggaran HAM" ini Anda bisa mengikuti perkembangannya di semua media massa (elektronik & cetak).
"Kenaikan harga BBM" ini bukan merupakan kali pertama yang terjadi selama duet SBY-JK duduk di tampuk kekuasaan Indonesia periode 2005-2009 alias RI 1 & RI 2 alias orang no. wahid & no. loro di Indonesia, dan alias-alias lainnya.. (Ingat!!! Orang no.1 & 2 di Indonesia tidak mesti orang terkaya di Indonesia, karena ada versi lain tentang "Siapa-siapa orang terkaya di Indonesia" dan ANDA-TAHU-SIAPA??? <>).
"Kenaikan harga BBM" ini menuai protes dari banyak pihak, tidak hanya kelas menengah ke bawah saja (yang memang sangat merasakan sekali dampak dari kenaikan BBM ini), tetapi juga beberapa politisi, mahasiswa dengan 'aksi demo'nya, LSM-LSM, dan banyak lagi. "Kenaikan harga BBM" ini tentunya berakibat kepada harga-harga kebutuhan pokok, baru diisukan "BBM akan naik" saja, sejumlah pedagang sudah menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok. Hal ini membuat resah masyarakat, krisis moneter yang berkepanjangan juga belum usai (padahal kita memiliki banyak pakar ekonomi atau ekonom sekaligus merangkap politisi yang tentunya dengan ilmu dan kelihaian mereka pastinya mereka bisa mengeluarkan solusi-solusi cerdas (bukan solusi instan) agar bangsa ini bisa keluar dari krisis moneter dan tidak membebani bayi yang baru lahir ataupun setiap 'kepala' baik yang belum maupun sudah beranak-pinak mendiami tanah Indonesia dengan beban hutang sekitar "Rp. 10.000.000". Kalau saya tahu ketika saya lahir sudah punya hutang dan kalau bisa memilih, maka saya akan minta ibu saya supaya "jangan melahirkan saya di Indonesia".(pendapat ekstrem dan "ogah hidup susah"..)
Saya yakin banyak orang Indonesia yang "titel" nya tidak hanya satu, tapi sekali lagi dan mungkin berkali-kali pertanyaan yang saya ajukan, "mengapa, mengapa, dan mengapa???". Mengapa dengan banyaknya SDM (Sumber Daya Manusia) yang sekian ratus juta jumlahnya yang tentu di antaranya banyak manusia-manusia tadi memiliki "titel" yang panjang dari berbagai disiplin ilmu belum mampu menyelesaikan krisis moneter di Indonesia ini. Bolehlah kita acungkan jempol untuk pemerintah karena berhasil 'mendepak' IMF dari bumi pertiwi, namun kesejahteraan bersama (common walfare) masih belum dirasakan semua lapisan. O.K.-lah mudah saja dengan mengucap: "Semua butuh waktu tidak instan laiknya semudah membalik telapak tangan, hanya dengan mengucap mantra "bim salabim", maka Indonesia langsung bisa makmur." Masih kita nanti pemimpin yang mampu membawa negara ini ke arah yang jauh lebih baik.
Kita tinggalkan dulu berbagai "pendapat, harapan, ataupun kegelisahan" pribadi tadi, sekarang kita fokuskan kembali tentang "Kenaikan harga BBM". "Sudah jatuh tertimpa tangga pula", mungkin itulah kata pepatah yang tepat atas yang dialami rakyat negeri ini sekarang. Belum juga hutang yang lama dilunasi, hutang baru akibat "BBM naik" dan "harga sembako naik" yang tidak dibarengi dengan "Kenaikan Upah" pegawai, buruh, atau pekerja-pekerja lainnya semakin lama semakin menimbun dan bertanya-tanya, "pakai apa saya untuk membiayai hidup saya kelak, kalau jaminan kesehatan, makan, dan lain sebagainya tak kunjung naik? Sudah begitu kerja semakin diforsir agar produksi semakin meningkat meskipun pesimis akan daya beli masyarakat yang juga naik??". (Jatuh-jatuhnya eksploitasi tenaga kerja dong ??? Saya bebaskan alam pemikiran Anda untuk berspekulasi tentang hal ini).
Itu baru yang dikatakan pegawai, lantas bagaimana yang dikatakan "ibu-ibu" atau "bapak-bapak" kita mengenai hal ini?? "Waduh.. bayar SPP belum, bayar uang kuliah anak belum, bayar cicilan rumah;mobil;motor juga belum, belum lagi kirim uang ke kampung buat orang tua (kalau yang nenek-kakeknya di kampung, tapi kalau nenek-kakeknya di kota tinggal ucapkan saja yang tinggal di kota); ditambah bayar les anak-anak; kegiatan ekskul inilah-itulah juga belum. Aduh bayar arisan keluarga juga belum ditambah arisan ibu-ibu se-RT. Hmm,, apa lagi y?? Oh iya, bayar pembantu; supir; baby sitter; tukang kebun; tukang cuci baju + gosok juga belum, belanja bulanan juga belum, besok ada undangan pernikahan tetangga sebelah, besoknya lagi ada undangan khitanan adik sepupu, terus tetangga di blok sebelah baru melahikan lagi. Aduuh.. banyak banget sih pengeluarannya ????!!!!" (he,,he,,he,, itu baru yang dikatakan para ibu).
Gimana kalau yang dibilang sama sopir angkutan yang sekarang lagi pada pusing menunggu keputusan Pemda setempat ataupun walikota setempat tentang "Naik atau Tidak" nya tarif angkutan umum. "Bah!!! Macam mana ini semua harga-harga pada naik, majikan minta tambah setoran pula. Anak-istriku makan apa nanti?? Batu?? Dikira kami bukan manusia?? Penumpang makin sepi pula. Sudah pada punya kendaraan pribadi, segala macam motor lah, mobil mirip-mirip mini bus lah, rupa-rupa lah bentuk dan macamnya. Aku jadi pusing. Naik atau enggak ya?? Kalau naik pelangganku pada kabur, kalau enggak naik, aku setoran pake apa? Belum pungli dan makanku. Bah,Bah,Bah..". (Maaf ilustrasi kata-katanya agak kasar).
Nah, sekarang gimana kalau yang dikatakan kaum terpelajar, terutama mahasiswa, "Hm,, naik lagi rupanya harga BBM. Yah, meskipun itu hak prerogratif dan memang sah-sah saja presiden melakukan hal tersebut karena tidak melanggar konstitusi. Namun, mengapa pemerintah tidak memutuskan solusi yang populis? Apa pemerintah tidak menimbang-nimbang berbagai situasi yang tengah dihadapi masyarakat dan akibat-akibat yang ditimbulkan setelah harga BBM naik?? Tidak adakah jalan keluar lainnya yang bisa dikatakan tidak semakin menambah rakyat miskin dan pengangguran akibat di PHK? Sebetulnya tidak bisakah pemerintah tidak menyesuaikan harga minyak dalam negeri dengan harga minyak dunia yang sempat mencapai angka 135 dolar AS per barel?? Bagaimana BUMN dalam hal ini bertindak dan semakin menggiatkan tingkat produksi minyak dalam negeri yang tidak hanya 900.000 barel per hari yang lantas setelah itu mengekspornya bukan malah mendistribusikannya ke dalam negeri sehingga rakyat tidak perlu repot-repot membeli minyak (BBM) yang mayoritas merupakan minyak impor dan bukan minyak milik sendiri. Bagaimana pemerintah bisa mengekspor minyak sedangkan minyak dalam negeri saja stoknya terbatas bahkan sampai antri berjam-jam atau pulang dan kembali lagi ke SPBU untuk mendapatkan minyak?? Siapa yang sebetulnya bertanggung jawab dalam hal ini?? Menperindag? Menteri ESDM? BUMN? Menteri ekspor-impor? Siapa bu, pak, mba, mas, dek, om, tante?? Siapa?? Rumit, rumit. Bukan untuk menjustifikasi "Siapa salah bertindak atas apa" hanya ingin meluruskan dan mengembalikan semuanya ke koridor masing-masing yang telah diatur. Bukan bermaksud bertindak instan tapi lebih kepada ingin menyuarakan apa yang dirasa dan dianggap "tidak beres" dengan cara demo (Menggunakan cara yang damai atau anarkis, itu tergantung masing-masing pihak. Lebih baik ya yang tidak membuat rusuh atau merusak fasilitas umum), serta sebagai bentuk apresiasi menolak kenaikan BBM. Okelah kenaikan sampai 30% mungkin lebih rendah dibanding kenaikan harga BBM yang ada di negara-negara lainnya yang menembus lebih dari 30% tapi betulkah pemerintah memang tidak bisa mengutak-atik lagi angka-angka itu? Ini memang sangat sulit. Belum lagi ada wacana yang mengatakan Indonesia akan keluar dari OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), karena tidak sanggup memenuhi kuota yang menjadi 'jatah' Indonesia. Tapi nampaknya wacana ini sudah agak tenggelam.".. (NB: Ilustrasi ucapan ini berasal dari penulis yang tidak melakukan 'aksi turun ke jalan' melainkan menjadi pengamat dan kritikus sekaligus komentator yang buta kondisi sesungguhnya yang bersenjatakan teknologi masa kini (di depan monitor). Mohon ralat atas kata-kata yang tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya).
Melihat aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa-mahasiswa ini mungkin membuat kelimpungan pemerintah, karena aksi-aksi ini tidak sekedar orasi melainkan melakukan 'pemblokiran jalan-jalan' yang pada malam hari ini (entah dimulai dari jam berapa, tapi dilakukan pada 28 Mei 2008) yang dilakukan oleh mahasiswa Univ. Atma Jaya dan sebelumnya aksi serupa juga dilakukan mahasiswa dari UKI. Sehingga muncullah berita baru terkait "pemberian bantuan sebesar Rp. 500.000 kepada 400.000 mahasiswa tidak mampu dari seluruh perguruan tinggi (PTN & PTS (berjumlah sekitar 2700-an) se-Indonesia per-semesternya. Penulis berharap hal ini bukan aksi temporer pemerintah untuk meredam 'demo' yang seiring berganti hari semakin berganti pula mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang berunjuk rasa atas rasa solidaritas terhadap masyarakat. Sehingga muncul 'kata-kata' yang menggelitik penulis untuk mengusung dan mempublikasikannya yakni "Mahasiswa Di'SUAP'? OGAH LA YAU ". Tindakan pemerintah ini secara implisit mengindikasikan bahwa pemerintah berusaha untuk menarik simpatik mahasiswa sehingga menghentikan aksi 'demo' yang tak kunjung 'mati' gemanya. Oleh karena itu, dalam rangka saling mengingatkan sesama mahasiswa, saya berusaha menyerukan supaya mahasiswa tidak terjebak dengan "iming-iming" tersebut. Kalau bukan untuk menarik hati mahasiswa apa lagi selain itu? Penulis belum menemukan indikasi lain selain itu. Kalau memang seandainya ini adalah itikad yang 'benar-benar baik' dari pemerintah, mengapa setelah banyak aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa se-Indonesia dari berbagai daerah baru diberlakukan pemberian beasiswa ini? Mengapa tidak jauh-jauh hari sebelum BBM dinaikkan? Penuh 'tanda tanya' maksud di balik "Pemberian Beasiswa Untuk Mahasiswa" ini. Tindakan politik yang bagus oleh pemerintah dengan menggunakan soft power (dalam bentuk pemberian bantuan) terhadap mahasiswa. Siapa bisa membantu saya untuk menafsirkan tindakan pemerintah ini?

Jakarta, 28 Mei 2008..

Tidak ada komentar: